MUSIK VOKAL (LAGU) TRADISI BADUDUS KALIMANTAN SELATAN

Mandi-mandi
Indoborneonatural----Badudus dipergunakan dalam acara Badudus atau Mamandi-mandi dan juga selamatan Tahunan, yang merupakan tradisi dari sebagian masyarakat Amuntai. Kabupaten Hulu Sungai Utara. Propinsi Kalimantan Selatan. Lagu-lagu Badudus merupakan nyanyia solo yang dinyanyikan oleh penyanyi pria dan diiringi alat tabuhan yang terdiri dari biola dan terbang besar yang disebut Tarbang Basar atau Tarbang Burdah. (Baca Tentang Tarbang..).

Tarbang Besar ini merupakan alat yang efisien, karena bunyinya sekaligus dapat merangkap suara babun dan gong, sehingga penggunaan alat tabuhannya yang biasanya terdiri dari biola, gong dan babun itu dapat disederhanakan dengan dua alat saja, yaitu biola dan Tarbang Besar.

Susunan performanya terdiri dari penyanyi dan penabuh.
Duduk berjejer menghadapi sajian 41 (empat puluh satu) macam, yang terdiri atas bermacam kue dan buah-buahan seperti: Kue Wadai Dodol, Kue wadai Wajik, Wadai cincin, Cengkaruk, Apam, Lemang, Tapai, Kakuleh, Pisang, Kelapa muda dan sebagainya.

Sedangkan penonton atau peserta undangan lainnya dapat duduk di belakang performans dan dapat pula dengan pola melingkar mengelilingi sajian tersebut.
Repertoire lagu Badudus ini harus tertentu. Baik dalam upacara Mandi-mandi atau Badudus dan Upacara Selamatan Tahunan, Susunan lagu-lagu tersebut tidak boleh tertukar-tukar, tetapi harus tersusun sebagai berikut :

Repertoire pembukaan dinamai lagu Kur Sumangat, merupakan memanggil atau mengundang semangat atau roh-roh dari raja-raja dan dewa-dewa yang gaib. Dengan kepulan asap dupa dan asap kemenyan. diadakanlah upacara mengundang. Dalam upacara mengundang ini, selain dari kata-kata undangan yang disampaikan ucapan maaf jika ada kesalahan dalam menyediakan sajian atau dalam pelaksanaan tersebut terdapat kekeliruan dan sebagainya. Semua itu akan tergambar dalam komposisi dan tangga lagu yang dituliskan pada halaman berikutnya dari artikel ini :

KUR SUMANGAT = (Datanglah semangat)

Aduh-aduh Raden yang ayu,
Yang maha tinggi dapat memberi ampun
Yang maha tinggi dapat memberi maaf,
Banyak-banyak minta ampuni,
Banyak-banyak minta keampunan.

Aduh nenek datu dan seluruh pembantunya
Nyai Randel yang mengundang,
Semuanya pada diundang,
Semuanya pada diundang secara lisan,
Seorang pun tidak ada yang ketinggalan,
Seorangpun tidak terlupa,
Disambut dengan kukus dupa,
Disambut dengan kukus menyan.

Setelah lagu Kur Sumangat; maka diadakanlah acara Tapung Tawar yang disebut Tatungkal dengan minyak Likat Buburih

*) Minyak Likat Buburih : Bunga-bungaan tertentu yang dimasak dengan minyak kelapa dan lilin, sedangkan buburih adalah minyak likat yang ditambah wewangian lainnya.

Acara kemudian diteruskan dengan lagu Girang-girang, sebagai pengiring Badudus atau Mandi-mandi.

Pada zaman dahulu di Kalimantan Selatan, Badudus ini adalah acara penobatan seorang Raja, Sekarang acara Badudus atau Mandi-mandi ini digunakan sebagai acara Mandi-mandi Pengantin. Di Daerah lain, seperti halnya daerah Candi Laras, Kabupaten Tapin kita temui pula jenis Mandi-mandi ini, yang dipergunakan dalam Mandi-mandi Perempuan Hamil Tujuh Bulan (Menujuh Bulanan) bagi perempuan yang hamil pertama kali yang disebut Tiang Mandaring. 

*) Tiang Mandaring : Mungkin merupakan singkatan dari istilah daerah yaitu Batianan (hamil) yang selalu garing. Biasanya pada orang yang pertama kali hamil/hamil pertama.

Notasi lagu Girang-girang ini dapat dilihat pada halaman postingan indoborneonatural Notasi Lagu Girang-girang berikut ini, dan terjemahannya pantunya adalah sebagai berikut :


Baca selengkapnya !


MENGENAL ALAT MUSIK TARBANG DARI KALIMANTAN SELATAN

Indoborneonatural---Jika kita jalan-jalan ke Kalimantan Selatan khususnya ke daerah Martapura Kabupaten Banjar, maka kita akan melihat ragam kesenian tradisional masyarakat yang menggunakan alat musik sebagai pengiringnya. Salah satu alat musik yang juga banyak digunakan adalah alat musik "Tarbang" khas Kalimantan Selatan.

Menurut Ilmu tentang struktur instrumen musik berdasarkan sumber bunyi (Organologi), Alat musik Tarbang termasuk dalam kategori  Membranophone, yang dalam bahasa Indonesianya disebut "Terbang". Prinsip penyuaraannya adalah disebabkan getaran Membran yang ada pada muka tarbang tersebut. Dengan pukulan tertentu, membran tersebut dapat menghasilkan bunyi antara lain seperti : PANG, PRANG, BRING, DANG. DING, dan DUNG. Bunyi tersebut di dapatkan dan dihasilkan dari beberapa teknik dan cara pukulan tertentu terhadap Tarbang.

Menurut bentuknya Tabang yang ada di daerah Kalimantan Selatan ini terbagi atas dua macam, sebagaimana terlihat pada gambar-gambar di bawah ini:

Dua bentuk dan jenis Tarbang yang ada di daerah Kalimantan Selatan;


Kedua bentuk tarbang tersebut di atas dapat kita lihat pada tiga bagiannya, yaitu bagian muka, bagian rangka badan yang menurut istilah daerah banjar Kalimantan Selatan disebut "Karongkong". dan bagian belakang. Bagian muka biasanya ditutupi dengan kulit kambing. sedang Karongkongnya dibuat dari kayu "Jingah" atau kayu "Nangka".

Menurut klasifikasinya, Tarbang di daerah kalimantan Selatan terbagi atas empat macam, yaitu : Tarbang "Sinoman Hadrah", Tarbang "Madihin", Tarbang "Lamut" dan Tarbang "Burdah".

Alat Musik Tarbang, Alat Musik Pukul, Alat musik Kalsel, Art Instrument Traditional
Alat Musik Tarbang Jaman Dahulu
Tarbang "Sinoman Hadrah" yang dipakai sebagai pengiring kesenian "Sinoman Hadrah" dan "Rudat", merupakan tabang yang terkecil dari seluruh jenis-jenis Tarbang yang ada di Kalimantan Selatan. Ukuran jenis tengah mukanya 30 cm, garis tengah bagian belakang 25 cm, dan tinggi rongga badan 7 cm serta tebalnya 1 ¹/₂ cm. Di sekeliling rongganya terdapat 3 lobang. Sebuah lobang untuk pegangan tangan atau juga sering digunakan untuk menempatkan tali untuk menggantung tarbang tersebut dan dua lobang yang lainnya adalah untuk menempatkan lempengan besi yang telah digunting berupa lingkaran. Gunanya untuk menambah bunyi gemerincing pada Tarbang tersebut.
Jenis tarbang ini adalah lima buah, yang memiliki fungsi masing-masing sebagai berikut :

  1. Pembawa
  2. Penyaluk
  3. Peningkah, penggulung dan
  4. Babun 
Tarbang yang sedikit besar dari Tarbang Sinoman Hadrah itu ialah Tarbang Madihin yang dipakai atau digunakan sebagai pengiring kesenian Madihin. Ukuran garis tengah bagian muka 31 cm, garis tengah bagian belakangnya 26 cm, tinggi rangka badannya 12 cm dan tebal rangka badannya 2¹/₂ cm. Di bagian muka dan belakang Tarbang itu dibuat bingkai.

Bingkai dibagian muka adalah penggulug kulit penutup bagian muka tersebut, sedangkan bagian belakangnya adalah untuk menempatkan tali peregang membrannya. Pada sekeliling rongga badan Tarbang itu terlihat tali-tali peregang. Diantara tali-tali peregang itu terlihat pula pasak-pasak yang terbuat dari kayu. Tarbang ini biasanya juga terbuat secara tunggal atau solo, dan kadang-kadang pula dua atau sampai empat buah. Hal ini tergantung kepada banyak sedikitnya orang yang mengadakan pertunjukan kesenian "Madihin" itu. Jika yang membawakan acara itu seorang diri saja maka Tarbangnya cukup sebuah saja. Dan jika terjadinya acara bersahut-sahutan, maka akan kita temui dua dua atau sampai empat buah Tarbang tersebut.  

Tarbang yang lebih besar lagi adalah Tarbang Lamut, yang dipakai sebagai pengiring dalam kesenian Lamut. Kesenian Lamut adalah sejenis Narative, yaitu ceritera yang di ceriterakan begitu rupa dan diiringi dengan berbagai pantun dan syair yang dilagukan. Garis tengah bagian mukanya 52 cm, garis tengah bagian belakangnya 35 cm, tinggi rangka badannya 24 cm, dan tebalnya 6 cm. Tarbang Lamut tidak sebanyak Tarbang Sinoman Hadrah atau Tarbang Madihin. Dia cukup sebuah saja, karena di samping bentuknya yang begitu besar, bunyinya pun dapat menirukan bunyi-bunyi yang ada pada Babun (gendang Babun).

Tarbang yang paling besar adalah Tarbang Burdah dan pengiring orang Maayun Anak. Banyaknya ada empat buah yang masing-masing berfungsi sebagai pembawa, peningkah, panganting dan panyaluk.

Bentuk yang paling besar garis tengah mukanya berukuran 62 cm, garis tengah belakang 45 cm, tinggi rangka badan 21 cm, dan tebalnya 6 cm. Bentuk yang sedikit lebih kecil garis tengah mukanya 38 cm, garis tengah belakangnya 28 cm, tinggi rangka badan 27 cm dan tebalnya 3¹/₂ cm. Bentuk yang agak kecil lagi garis tengah bagian mukanya 35 cm, garis tengah bagian belakang 32 cm, tinggi badannya 24 cm dan tebalnya 3¹/₂ cm. Bentuk yang paling kecil garis tengah bagian mukanya 25 cm, garis tengah bagian belakangnya 21 cm, tinggi rangka badannya 24 cm dan tebalnya 3¹/₂ cm.  

Secara umum sistem peregangnya bagi semua TARBANG itu sama saja,


MENGENAL ALAT MUSIK KECAPI DARI KALIMANTAN SELATAN

Indoborneonatural---Salah satu alat musik instrumental dari Banua Banjar Propinsi Kalimantan Selatan adalah Kecapi. Secara Ilmu alat-alat musik (organologi) pada prinsip penyaraanya kecapat tergolong pada "kordofon", yang berarti bunyi terjadi karena getar dawai-dawai yang diregangkan. Tidak ada istilah yang dipergunakan untuk nama alat kecapi ini. Instrumen kecapi ini ditermuka di daerah Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan, di desa Kanarum, 40 km dari kota Tanjung ibu kota Kabupaten Tabalong. Desa Kinarum adalah desa di Kecamatan, yang penduduknya terdiri dari sebagian besar Dayak Deyah. Jadi alat musik kecapi ini dimiliki sebagai alat musik tradisional suku Dayak Deyah.

Bentuk fisik alat kecapi ini seperti perahu dalam ukuran kecil. Bentuknya seperti Perahu perang Bugis yang berdagang di Nusantara. Secara garis besar kecapi terdiri dari beberapa bagian yaitu; Bagian badan, tangkai (tempat bertumpu dawai) dan bagian pemutar peninggikan/perendahan dawai.


Alat musik teradisional, Alat musik Kalsel, Kecapi Kalsel, Seni-budaya Indonesia, Budaya Banjar


Dawai hanya dua. Dawai terdiri dari akar sejenis kayu pohon-pohon yang disebut "unus".

Badan instrumen terbuat dari sejenis kayu khusus ditemukan dihutan desa Kinarum yang bernama 'sembawai". Jenis kayu lain tidak dibolehkan dijadikan bahan instrumen ini. Sesuai dengan kepecayaan yang dianut masyarakat di daerah ini. Jenis kayu ini dkhususkan juga untuk penyembuhan dan pengobatan orang sakit. Jenis kayu khusus yang terlihat ringan, seringan kayu "pelantan".

Cara membuat alat kecapi tradisional ini dilakukan secara tradisional juga. Kayu dipotong agak panjang dari ukuran seharusnya. Panjang kecapi  yang sudah jadi adalah 120 cm. Badan kecapi diraut dan dikeruk/dilobangi bagian bawahnya. Lobang ini menjadi kotak resonan. Meraut dan membentuk ini harus dilakuka dengan teliti sekali karena ketelitian inilah yang menentukan bunyi yang baik. Pada bagian pemuar/draier mempunyai ujung yang melengkung ke atas. Ujung yang melengkung inilah yang menentukan baik tidaknya bunyi. Setelah selesai membentuk kecapi yang mempunyai bunyi yang baik, barulah kecapi ini dikeringkan di panas matahari. Pengeringang cukup memakan waktu agak lama, yaitu kira-kira dua bulan. Sesudah keringa barulah dipasang tali dan draiernya. Ujung tali di badannya dimasukan ke dalam kotak resonan dan diberi buhul supaya tidak lepas. Tali kecapi yang dimasukan kedalam kotak resonannya harus melalui sisir/kam yang menjadi satu dengan badan kecapi atau kotak resonan.

Pada tangkainya/pegangan tangan untuk mengatur tinggi rendah nadanya ditempatkan 4 buah jembatan yang dapat digeser ke atas maupun ke bawah. Maksud ke atas adalah penggeseran jembatan mendekati draier, Sedangkan ke bawah berarti mendekati badan kecapi/kontak resonan.

Jembatan ini terbuat dari kayu tipis berbentuk trapesium. Jembatan adalah alat untuk dawai bertumpu. Dibagian bawah dari jembatan direkatkan sejenis karet mentah seperti odonan tepung yang diambil dari rumah binatang "wanyi", sejenis tawon. Gunanya karet ini ialah untuk merekatkan jembatan-jembatan bila dipindahkan kedudukannya. Antara jembatan yang satu dengan yang lainnya dihubungkan oleh binatang kecil supaya tidak hilang bila jatuh terlepas dari rekatan.

Untuk Draier agar mampu menopang kinerja kecapi menjadi lebih baik, draier ini terbuat dari bahan kayu yang cukup keras agar tidak mudah patah.

Secara terperinci ukuran kecapi tersebut adalah :
Panjang seluruhnya 120 cm. Tinggi badan 7,5 cm ; lebar badan 11 cm pada bagian tengahnya. Tinggi/tebal tangkai 2,3 cm. Tebal ujung tangkai yang melengkung 3,25 cm. Panjang draier 10 cm, sedangkan tebalnya 1,25 cm pada bagian pemutar. Pada ujung pemutar tebalnya  0,7 cm.


Alat musik teradisional, Alat musik Kalsel, Kecapi Kalsel, Seni-budaya Indonesia, Budaya Banjar


Panjang tali 75 cm. Tebal jembatan tali bertumpu 1 x 1,5 x 2,25 cm. Tebal kam 2 x 2 x 2 cm pada bagian ujung tali yang dimasukkan menembus badan kecapi.

Untuk memainkan kecapi dapat dilakukan dengan duduk bersila di atas lantai, dibalai-balai ataupun duduk di kursi. Karena fungsi instrumen ini adalah sebagai melodi utama dalam iringan tarian "balian bukit", maka permainan alat ini umumnya dilaksanakan di atas lantai.

Kecapi dimainkan oleh orang yang telah ditentukan oleh Kepala adat/dukun. Badan kecapi diletakkan di atas paha kanan dan tangan kiri memegang tangkai untuk menekan tali dengan jari. Jari tangan kanan dipergunakan untuk memetik tali/dawai.

Jenis lagu yang dimainkan untuk tari balian bukit ada beberapa macam. Untuk Sang Hiah ?Wanang yang mempunyai kedudukan tertinggi di atara semua dewa biasanya mempergunakan lagu dengan nada tinggi.

Lagu yang dinyanyikan bernama "buncu kaling". Jembatan dipindahkan kebawah sehingga nadanya akan menjadi lebih tinggi. Untuk banyaknya nada yang dipakai adalah 4 nada. Tali pertama/dawai pertama mempunyai tinggi nada setinggi C sentral Dawai kedua setinggi D oktaf kecil.

Sejak kapan dipergunakannya kecapi ini sebagai alat penggiring dalam tarian 'balian bukit' suku dayak Deyah tidak diketahui dengan pasti. Bagi masyarakat desa Kinarum yang masih memeluk agama "Kaharingan/animisme" masih mengerjakan upacara-upacara yang mereka warisi dari nenek moyangnya. Tari "balian bukit" adalah tari upacara penyembuhan/pengobatan orang sakit. Dukunnya bertindak sebagai Ketua upacara langsung menjadi penyanyinya. 

Demikian tentang alat musik kecapi dari Kalimantan Selatan.  Semoga bermanfaat. Terimakasih.


Sumber: 
Buku Ensiklopedi Cerita Rakyat, Musik dan Tari Daerah Kalimantan Selatan. Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah Tahun 1978/1979, Kanwil Depdikbud Propinsi Kalimantan Selatan Tahun 1986. 

Baca juga alat musik Gong Kalsel!!

KISAH LEGENDA AGUNG KERAMAT " SI RABUT PARADAH" PANGERAN SURIANATA


Visiuniversal---Salah satu Alat musik instrumen dari daerah Kalimantan Selatan adalah Alat musik Agung. Alat Musik Agung ini dapat kita temukan sebagai alat musik instrumental penggiring kesenian musik dan tari daerah Kalimantan Selatan. Ada kisah dan legenda menarik tentang Agung ini yang dicerikan di tanah Banjar Kalimantan Selatan di masa lalu.

Agung asli peninggalan leluhur masyarakat Banjar tempo dulu tidak bisa kita temukan dengan mudah lagi. Menurut keterangan dari berbagai sumber bahwa Agung asli bersama alat gamelan Banjar lainnya yang diberi nama "Si Manggukecil" yang merupakan gamelan peninggalan kerajaan Banjar, menurut informasi Dinas Pariwisata sekarang alat musik agung tersebut masih berada di Museum Pusat Jakarta.

Sedangkan agung asli yang masih ada di daerah Kalimantan Selatan ini, konon tersebar dan terpisah dari gamelannya semula, yang sampai sekarang ini masih belum dapat diselidiki keberadaannya secara pasti.

Sebuah kisah dari sebagian penduduk daerah Kalimantan Selatan yang beranggapan bahwa "Agung Basar"  (Gong Besar) itu merupakan alat pusaka yang keramat, karena Konon Agung Basar tersebut adalah tempat berpijaknya seorang pangeran yang keluar dari dasar sungai. Pangeran tersebut adalah Raden Putera (keturunan Majapahit) yang kemudian berganti nama menjadi Pangeran Surianata.

Raden Putera adalah putera Majapahit yang pada waktu itu tidak berwujud manusia, diminta oleh penguasa Negara Dipa, Lambung Mangkurat untuk dapat pergi ke Negara Dipa mempersunting puteri Junjung Buih. Konon puteri junjung buih ini adalah puteri yang sangat cantik yang mendiami wilayah alam gaib di sungai sekitar daerah "Pandamaran". 

Dalam perjalanannya tepat di atas daerah Pandamaran, perahu yang ditumpangi Pangeran Raden Putera tiba-tiba mengalami hal yang aneh, angin tiba-tiba berhenti bertiup, air menjadi tenang, dan suasana alam hening dan kapal yang ditumpangi Raden Putera jadi terhenti tidak bergerak sama sekali.

Raden Putera yang mempunyai kesaktian dapat melihat bahwa itu bukan suatu kebetulan, ia mengatakan kepada semua awak kapal bahwa itu adalah perbuatan makhluk dari Alam lain, Raden Putera melihat di air terdapat beberapa ekor Naga berwarna Putih yang menahan kapal mereka dengan kekuatan gaibnya. Naga Putih ini adalah pengawal dan Rakyat dari Puteri Junjung Buih. Raden Putera pun terjun ke air untuk mengusir para Naga tersebut. Beberapa saat kemudian kapalpun bisa bergerak dan berjalan kembali, namun Raden Putera tidak muncul-muncul lagi dari dalam air, hilang bersama perginya para Naga tersebut.

Hampir lebih tiga hari para awak kapal dan Nahkoda menunggu dan mencari Raden Putera, tetap tidak ditemukan, maka seorang Wiramartas diutus lebih dahulu untuk mengambil sesajen berupa kerbau, kambing dan ayam ke Negara Dipa. Juga diwajibkan membawa para Menteri kerajaan untuk menyambut utusan Raja Majapahit yang membawa Hadiah dan barang persembahan.

Setelah Wiramartas sampai di Negara Dipa mengabarkan hilangnya Raden Putera, maka para tokoh Negara dipa seperti Arya Megatsari dan Tumenggung Tatah Jiwa, segera memerintahkan para Menteri pergi ke Pandamaranhttp://indoborneonatural.blogspot.co.id/

Di Pandamaran dilakukan ritual dan persembahan. Sesudah ritual "mamuja" dan "membantan"  yang dilakukan selama tujuh hari tujuh malam lamanya selesai, tiba-tiba hal ajaib terjadi. Raden Putera muncul dari dalam air kepermukaan dengan wajah yang terlihat berseri-seri dan bercahaya memakai kain "tapih" sutera kuning yang indah. Sangat menakjubkan, luar biasanya lagi di kaki Raden Putera terlihat tempat berpijaknya adalah sebuah "Gung Basar" Gong Besar yang melayang di atas air. Setelah Raden Putera yang sekarang menjadi sangat tampan rupawan, mempesona, naik ke atas kapal. Lambung Mangkurat sebagai pimpinan rombongan memerintahkan mengait Gung Basar itu dengan "Paradah". Karena itulah Agung itu sampai sekarang di masyarakat banjar dikenal dengan nama "Si Rabut Paradah". Sejak saat itu Raden Putera pun selanjutnya di beri gelar "Suryanata" atau yang berarti "Raja Matahari".
http://indoborneonatural.blogspot.co.id/



Sumber: 
Buku Ensiklopedi Cerita Rakyat, Musik dan Tari Daerah Kalimantan Selatan. Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah Tahun 1978/1979, Kanwil Depdikbud Propinsi Kalimantan Selatan Tahun 1986. 

Cari Artikel