SENI BAKISAH BAHASA BANJAR (Bercerita dalam Bahasa Banjar)

Indoborneonatural----Bakisah atau bercerita bahasa Banjar merupakan salah satu seni bertutur bercerita dari daerah Kalimantan Selatan. Bakisah Bahasa Banjar ini sendiri sebenarnya telah ada sejak jaman dahulu. Dikampung-kampung atau di desa-desa pada masyarakat Banjar, tradisi bakisah ini dilakukan oleh orang tua,  hingga khusus orang pencerita jaman dahulu. Sekarang bercerita atau bekisah dapat dilakukan oleh siapa saja dari berbagai kalangan. 

Di kalangan masyarakat suku Banjar sendiri, sejak lama mendengarkan cerita rakyat merupakan ciri khas tersendiri. Dalam kehidupan sehari-hari cerita rakyat disampaikan oleh mereka yang telah berusia atau para orang tua kepada anak-anaknya. Pesan-pesan yang disampaikan berupa nasehat dan perumpamaan, harapan-harapan dan lain sebagainya. Mereka langsung menunjukkan mana yang patut diteladani atau dicontoh dan mana yang patut ditinggalkan atau dijauhi dalam mengarungi bahtera kehidupan seperti tersirat dalam cerita yang mereka ungkapkan. Jadi cerita yang dituturkan salah satu cara menanamkan nilai-nilai luhur tradisi Banjar pada kehidupan.

Bakisah berarti menggungakan bahasa Banjar, Suku Banjar dan masyarakat Kalimantan Selatan pada umumnya memiliki banyak kekayaan khazanah baik seni, budaya, dsb. Termasuk di dalamnya mengenai bahasa. Bahasa yang berkembang dan dominan di Kalsel adalah Bahasa Banjar. Bahasa Banjar memiliki kosakata yang beragam. 

Tradisi bercerita pada suku Banjar tidak hanya dituturkan di lingkungan keluarga atau rumah tangga saja, tetapi ada juga pada masyarakat luas. Seni bercerita di tengah masyarakat umum ini populer disebut BAKISAH. Orang yang membawakan cerita dinamakan Tukang Kisah (Tukang Kesah).


Mereka yang berprofesi sebagai Tukang Kisah ini sering dipanggil ke berbagai daerah untuk menuturkan koleksi cerita mereka. Kegiatan Bakisah umumnya dilakukan pada malam hari. Cerita yang mengandung pesan moral sering diselingi humor untuk menyegarkan suasana. Secara umum isi pesan berkisar tentang aspek kehidupan bermasyarakat, sikap anak terhadap orang tua, antar sesama dan sopan santun dalam pergaulan.

Fungsi utama Tukang Kisah memberikan contoh-contoh kehidupan antara yang baik dan  buruk menurut adat istiadat yang disusun dalam bentuk cerita menarik. Keahlian Tukang Kisah menentukan sampai atau tidak pesan yang diselipkan dalam sebuah cerita. Dahulu untuk hiburan rakyat sering dipanggil Tukang Kisah untuk mengisi berbagai acara keramaian di masyarakat Banjar.

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kalimantan Selatan melalui Sub Dinas Kesenian beberapa tahun ini rutin melestarikan kesenian ini dengan acara tahunan Lomba Bakisah Bahasa Banjar. Dalam lomba ini biasanya peserta mengeluarkan seluruh kemampuannya, selain isi ceritanya menarik disampaikan dengan logat Banjar kental, kostum, gerak tubuh, Acting yang unik khas Banjar sering mereka tampilkan pula.


Dalam berbagai kesempatan sering juga kita dengarkan kegiatan bekisah bahasa Banjar ini, terutama kegiatan bekesah untuk anak-anak. Masyarakat sudah sering melihat dan banyak yang tertarik dengan seni bekesah ini.


SEJARAH ALAT SETRIKA PAKAIAN

Indoborneonatural - Setrika atau gosokan penghalus pakaian yang sering digunakan sebagai alat untuk merapikan dan menghaluskan pakaian ternyata memiliki sejarah yang panjang. Dimulai dari setrika jadul hingga setrika modern berbasis listrik seperti yang kita kenal seperti sekarang ini. Admint visiuniversal mengumpulkan dari berbagai sumber dan meringkas tentang sejarah setrika pakaian seperti berikut ini : 

Setrika Flat Iron.

Diyakini setrika pertama kali adalah setrika yang menggunakan flat iron. berupa lempengan baja yang sering dipanaskan terlebih dahulu sebelum dipakai.

Setelah penemuan setrika flat iron, perkembangan setrika masih terus berlanjut untuk menyempurnakan bentuknya.

Seperti apa, ya, perkembangan setrika selanjutnya setelah flat iron?.


Setrika Arang

Karena flat iron dianggap kurang efisien, pada abad ke-15 dilakukan perbaikan pada bentuk setrika, menjadi seperti kotak besi yang memiliki rongga di dalamnya, rongga tersebut diisi dengan pemanas seperti arang yang sudah dipanaskan sebelumnya.

Bagian atas setrika ini memiliki pegangan untuk menggerakkan setrika, sedangkan bagian bawahnya berupa logam yang halus.



Dengan menggunakan setrika ini, maka menghilangkan penggunaan kain untuk mencegah kain menjadi hitam, karena bagian bawah setrika tidak memiliki jelaga hitam yang bisa mengotori pakaian.

Setrika dengan rongga yang bisa diisi arang inipun kemudian digunakan selama ratusan tahun di berbagai negara.


Setrika Sad Iron

Generasi setrika selanjutnya setelah setrika arang, sekitar abad ke-17 ditemukan setrika baru yang berbentuk sepotong besi tebal dengan permukaan yang rata dan memiliki pegangan besi.

Berbeda dengan setrika arang, sad iron harus dipanaskan dulu sebelum digunakan dan proses pemanasan bisa dilakukan di depan perapian atau kompor.

Karena terbuat dari besi yang sangat tebal, sad iron tidak perlu dipanaskan berulang-ulang di dalam api. Cukup di atas tungku, sehingga pakaian tidak menjadi hitam karena jelaga.

Sayangnya, ketika setrika dipanaskan, pegangannya yang terbuat dari besi juga ikut menjadi panas, nih, teman-teman.

Kelemahan lain yang dimiliki oleh setrika ini adalah beratnya yang mencapai 5,6 kilogram dan sulit dipindahkan, sehingga membuat setrika ini disebut sad iron.


Setrika Mary

Seorang ibu rumah tangga bernama Mary Florence Potts dari Iowa mengembangkan setrika yang disebut setrika cetak pada 1870.

Setrika cetak yang dibuat oleh Ibu Mary ini adalah pengembangan dari setrika sad iron yang kemudian kedua ujungnya dibuat runcing agar lebih mudah saat digunakan untuk menyetrika.

Pada waktu itu penemuan setrika cetak ala Ibu Mary ini juga dianggap sebagai penemuan yang brilian, Ibu Mary juga membuat setrikanya memiliki pegangan yang bisa dilepaskan ketika dipanaskan.

Hal ini bertujuan agar pegangan besi tidak menjadi panas seperti sad iron ketika dipanaskan sebelum digunakan untuk menyetrika.


Setrika Listrik

Penemuan setrika listrik dipercaya dipatenkan pertama kali oleh seorang Amerika bernama Henry W. Seely pada 1882 yang rancangannya dikembangkan setahun sebelumnya.

Setrika listrik ini berupa setrika dengan permukaan datar yang dipanaskan dengan menggunakan bahan bakar listrik sebelum digunakan.



Namun sayangnya, setrika ini masih memiliki beberapa kelemahan yaitu setrika model ini masih membutuhkan waktu lama untuk dipanaskan, tapi sangat cepat menjadi dingin.

Selain itu, pada masa tersebut belum banyak orang yang menggunakan listrik di rumahnya, sehingga tidak semua orang bisa menggunakan setrika listrik.


Hotpoint

Setelah ditemukan setrika listrik, dilakukan beberapa penyempurnaan. Salah satunya oleh Earl Holmes yang memperkenalkannya ke masyarakat pada 1905.

Setrika listrik milik Earl Holmes memiliki pengatur elemen pemanas yang memusatkan titik panas pada ujung setrika.

Hal ini dikatakan bisa membuat proses penyetrikaan baju menjadi lebih baik dan lebih halus.

Karena proses pemanasan yang dimiliki oleh setrika hotpint inilah, setrika tersebut menjadi setrika pertama yang sangat sukses dan resmi dinamakan setrika hotpoint pada 1907.


Setrika Termostat

Perkembangan selanjutnya, jika kita perhatikan, setrika jaman sekarang yang ada di rumah, bagian atasnya pasti memiliki kenop berbentuk bulat yang bisa diputar dan bertuliskan angka-angka yang merupakan suhu.

Setrika tersebut disebut dengan setrika termostat dan ditemukan oleh Koseph Myers dari The Silex Company yang memperbaiki setrika dan kabelnya dengan menambahkan kontrol panas atau termostat yang terbuat dari perak murni.

Setelah itu, termostat menjadi fitur standar yang ada pada setiap setrika dan tetap digunakan pada setrika hingga sekarang, nih, teman-teman.


Setrika Uap

Agar pakaian lebih mudah menjadi halus, cara yang dilakukan adalah dengan sedikit membasahinya sehinga pakaian menjadi agak basah atau lembap.

Nah, dulu orang-orang akan memercikkan air ke pakaian atau menyetrika pakaian saat masih dalam keadaan lembap.

Inilah sebabnya Thomas Sears menciptakan setrika uap yang bisa melembapkan pakaian ketika disetrika sehingga tidak perlu memercikkan air ke pakaian lagi sebelum disetrika.

Setrika uap memiliki lubang kecil di dasar permukaan setrika yang bisa mengeluarkan uap dari air yang diisi melalui tangki air yang berada di badan setrika.

Setrika uap mulai digunakan secara luas sekitar tahun 1940-an dan 1950-an.

Wah, meskipun ukurannya lebih kecil dibandingan peralatan lainnya yang ada di rumah, ternyata setrika merupakan barang yang sangat penting di rumah dan memiliki sejarah penggunaan yang panjang.

Demikian tentang SEJARAH Setrika pakaian dari setrika Jaman dulu. Semoga bermanfaat sebagai bahan pengetahun bagi kita semua. terimakasih.

ALAM PIKIRAN DAN KEPERCAYAAN MASYARAKAT KALIMANTAN PADA ZAMAN KUNO (+ ABAD I - 1500 M)

ALAM PIKIRAN DAN KEPERCAYAAN MASYARAKAT KALIMANTAN  PADA ZAMAN KUNO (+ ABAD  I - 1500 M)

1. Perkembangan Agama

Kiranya tidak akan berapa jauh perkiraan kita bahwa sejak zaman bercocok tanam, berkembang dasar pemujaan nenek moyang yang kemudian membentuk dasar-dasar agama Kaharingan.

Dasar yang ada bersifat serba dua mengenai alam, yaitu membagi alam menjadi alam atas dan alam bawah. Alam atas dikuasai Ilah yang disebut bermacam nama yaitu :

a.Tingeng atau Bungai,nama burung sakti, jantan dan terkenal dalam mytologi dayak.
b. Raja Tongtong Mantandau, atau raja penjuru matahari.
c. Mahatara (Maha Barata)
d. Mahatala (Alatala).

Yang dua terakhir menunjukan telah menggunakan istilah dari agama Hindu dan Islam. alam bawah dikuasai Ilah yang bersifat betina tersebut. 

a. Tambon, naga atau ular sakti
b. Jata atau Biwata.

Ilah alam bawah melambangkan kesuburan dan sersifat keibuan.

Mitologi penciptaan alam dunia dan manusia mengatakan bahwa semua yang ada ini diciptakan oleh Mahatara dan Jata bersama-sama dan diatur bersama-sama pula. Keduanya merupakan suatu kedwitunggalan (eine Einheit der Zwejheit). Totem emblim Mahatara adalah Tingang dengan tumbak dan untuk Jata, Tambo dan keris.

Ilah Dwitunggal ini mencerminkan sifat alam yang serba dua dalam ketuggal, seperti baik-buruk, putih-hitam, terang-gelap dan seterusnya, semua melukiskan sifat etis-religius yang ambivalen. Ilah Dwitunggal ini dengan sifat serba dua tadi memanifestasikan diri dalam sifat-sifat yang dilaksanakan oleh Ilah-ilah pengantara. Yang kedua ini mewujudkan karakter etis-religius yang ambivalen dai Ilah Dwitunggal tadi. Dalam tiap upacara baik peserta maupun pemimpin upacara terlibat dalam pengelompokan-pengelompokan ini. Balian pendeta wanita itu disebut Naga yang berohkan garuda.

Dalam pemikiran religius sehari-hari Ilah-ilah Dwitunggal ini digambarkan secara antropomorfis sekali, sebagai laki-laki dan wanita. Berhubungan dengan Ilah tertinggi melaksanakan melalui ilah pengantara. Ilah-ilah ini dipimpin lima raja yang masing-masing jadi raja dalam kelompok Ilah-ilah tertetentu yaitu :

a. Ilah Kilat atau Raja Pali bertindak dalam penyelenggaraan adat dan hukum pali.
b. Raja Ontong memberi rejeki, kekayaan dan kemakmuran.
c. Raja Sial mendatangkan kengerian, kekejaman, kecelakaan, musibah dan sebagainya.
d. Raja Hantoen, memberi segala kerusuhan, pengrusak, mengganggu , meminum darah manusia.
e. Raja Peres penyebar epidemi.

Merek berlima ini memberi sejumlah Ilah yang lebih rendah yaitu roh baik dan roh jahat yaitu :

a. Roh Baik
1. Tempon Telon, pengantar roh orang mati ke akhirat.
2. Sangumang, pembantu orang dalam kesukaran.
3. Antang, si pemberi tanda dan perlindungan
4. Jarang Bawahan, si pemberi kekuatan dan kepahlawanan

b. Roh Jahat
1. Kuntilanak
2. Karian, Orang halus menyesatkan orang di hutan.
3. Kloe, penjaga tanah keramat
4. Kukang, yang menguji/menghalangi roh yang sedang ke alam baka (Lewu Lisu).

Arwah nenek moyang cakal bakal adalah penjaga tradisi dan adat disebut Nanyu Sanjang. Mereka berada di alam baka dan bisa dipanggil membantu yang hidup, menjaga kampung, melindungi sungai atau keluarga. Tempat pemujaan pada pohon, batu atau patung.

Dalam mitologi Dayak juga dilukiskan mengenai pohon Hayat yang disebut Batang Garing. Pohon hayat ini mewujudkan kesatuan manifestasi alam atas dan bawah, unsur jantan dan betina, baik dan jahat, hidup dan kematian. Ia melambangkan totalitas kosmos, tapi juga dualisme religius; sifat antagonistis ini selalu muncul dalam mite penciptaan, perulangan historis, terlukis dalam ritus dan kultus Tafsiran dalam kepercayaan khusus tentang jiwa alam baka, dan makna ritus kematian menggambarkan adanya harapan-harapan eskatologis, kepercayaan itu beranggapan bahwa jiwa manusia setelah meninggal mengalami proses khusus dalam kepergian ke negeri roh, dan tersimpul dalam upacara ritus yang kompleks.

Di alam baka arwah itu menikmati sumber air Kahuripan (danum kaharingan) dari pohon hayat, hingga hidup "Abadi" dalam artian lama penuh kenikmatan, tapi bila daya hidupnya habis, barulah ia menemui kematian dua. roh-roh ini kedua lagi dalam bentuk cendawan, buah-buahan, bunga untuk dapat dilahirkan kembali melalui manusia.

Bila seseorang meninggal ia dikubur seperti biasa. Roh ini diantar ke tempat peristirahatan sementara. Ia menunggu ritus kematian sempurna seperti tiwah (Ngaju), pembakaran menyujikan ia dari sifat keduniawian dan menobarkan mereka jadi Sang-Hyang. Tulang-tulang dibakar dalam Gunung Pidudusan Hyang.

Kematian tidak lain dari sejenis perpindahan kehidupan. Ritus kematian membantunya mencapai tempat tujuan terakhir yang sempurna dan melindungi yang masih hidup, dari roh-roh yang belum disempurnakan perjalannya. Semakin lengkap, sempurna dan mahal upacara tersebut, semakin tinggi kedudukan Hyang ini di alam baka dan semakin cukup berbekalannya.

Agama asal ini kemudian mendapat pengaruh-pengaruh dari agama yang kemudian masuk, terutama agama Siwa. Agama Budha kemungkinan masuk terlebih dahulu dari agama Siwa. Istilah pitara mahatara, pohatara jelas berasal dari Mahabarata. Demikian pula situs tiwah dan ijambe di mana tulang-tulang ini dibakar sebagai ritus penyempurnaan kematian menjadikan arwah tersebut Hyang, seperti upacara Sraddha pembakaran tulang-tulang tersebut maksudnya agar kembali suci dan menjadi Siwa, raja pelindung negara. Agama Siwa berkembang dan membawakan pembaharuan yang dikembangkan oleh raja pertama negara Daha.


Cari Artikel